Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sekularisme atau sekulerisme
dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi
yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau harus berdiri terpisah dari
agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama
dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah
rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak
menganakemaskan sebuah agama tertentu.
Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan
penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa
yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan
pengaruh keagamaan.
Tujuan dan argumen yang mendukung sekularisme beragam. dalam Laisisme Eropa, di usulkan bahwa sekularisme adalah gerakan menuju modernisasi
dan menjauh dari nilai-nilai keagamaan tradisional. Tipe sekularisme
ini, pada tingkat sosial dan filsafats seringkali terjadi selagi masih
memelihara gereja negara yang resmi, atau dukungan kenegaraan lainnya terhadap agama.
Sekularisme dalam kehidupan bernegara
Lihat juga: Negara sekular
Dalam istilah politik, sekularisme adalah pergerakan menuju
pemisahan antara agama dan pemerintahan. Hal ini dapat berupa hal
seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama negara,
mengantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan menghilangkan
pembedaan yang tidak adil dengan dasar agama. Hal ini dikatakan
menunjang demokrasi dengan melindungi hak-hak kalangan beragama
minoritas.
Sekularisme, seringkali di kaitkan dengan Era Pencerahan di Eropa, dan memainkan peranan utama dalam perdaban barat. Prinsip utama Pemisahan gereja dan negara di Amerika Serikat, dan Laisisme di Perancis, didasarkan dari sekularisme.
Kebanyakan agama menerima hukum-hukum utama dari masyarakat yang
demokratis namun mungkin masih akan mencoba untuk memengaruhi keputusan
politik, meraih sebuah keistimewaan khusus atau. Aliran agama yang
lebih fundamentalis menentang sekularisme. Penentangan yang paling
kentara muncul dari Kristen Fundamentalis dan juga Islam Fundamentalis.
Pada saat yang sama dukungan akan sekularisme datang dari minoritas
keagamaan yang memandang sekularisme politik dalam pemerintahan sebagai
hal yang penting untuk menjaga persamaan hak.
Negara-negara yang umumnya dikenal sebagai sekular diantaranya adalah Kanada, India, Perancis, Turki, dan Korea Selatan, walaupun tidak ada dari negara ini yang bentuk pemerintahannya sama satu dengan yang lainnya.
Masyarakat Sekular
Dalam kajian keagamaan, masyarakat dunia barat pada umumnya di anggap sebagai sekular. Hal ini di karenakan kebebasan beragama
yang hampir penuh tanpa sangsi legal atau sosial, dan juga karena
kepercayaan umum bahwa agama tidak menentukan keputusan politis. Tentu
saja, pandangan moral yang muncul dari tradisi kegamaan tetap penting
di dalam sebagian dari negara-negara ini.
Sekularisme juga dapat berarti ideologi sosial. Di sini kepercayaan
keagamaan atau supranatural tidak dianggap sebagai kunci penting dalam
memahami dunia, dan oleh karena itu di pisahkan dari masalah-masalah
pemerintahan dan pengambilan keputusan.
Sekularisme tidak dengan sendirinya adalah Ateisme,
banyak para Sekularis adalah seorang yang religius dan para Ateis yang
menerima pengaruh dari agama dalam pemerintahan atau masyarakat.
Sekularime adalah komponen penting dalam ideologi Humanisme Sekular.
Beberapa masyarakat menjadi semakin sekular secara alamiah sebagai
akibat dari proses sosial alih-alih karena pengaruh gerakan sekular,
hal seperti ini dikenal sebagai Sekularisasi
Alasan-alasan pendukungan dan penentangan sekularisme
Pendukung sekularisme menyatakan bahwa meningkatnya pengaruh
sekularisme dan menurunnya pengaruh agama di dalam negara
tersekularisasi adalah hasil yang tak terelakan dari Pencerahan yang karenanya orang-orang mulai beralih kepada ilmu pengetahuan dan rasionalisme dan menjaduh dari agama dan takhyul.
Penentang sekularisme melihat pandangan diatas sebagai arrogan,
mereka membantah bahwa pemerintaan sekular menciptakan lebih banyak
masalah dari paa menyelesaikannya, dan bahwa pemerintahan dengan etos
keagamaan adalah lebih baik. Penentang dari golongan Kristiani juga
menunjukan bahwa negara Kristen dapat memberi lebih banyak kebebasan
beragama daripada yang sekular. Seperti contohnya, mereka menukil Norwegia, Islandia, Finlandia, dan Denmark,
yang kesemuanya mempunyai hubungan konstitusional antara gereja dengan
negara namun mereka juga dikenal lebih progresif dan liberal
dibandingkan negara tanpa hubungan seperti itu. Seperti contohnya,
Islandia adalah termasuk dari negara-negara pertama yang melegal kan
aborsi, dan pemerintahan Finlandia menyediakan dana untuk pembangunan
masjid.
Namun pendukung dari sekularisme juga menunjukan bahwa negara-negara Skandinavia
terlepas dari hubungan pemerintahannya dengan agama, secara sosial
adalah termasuk negara yang palng sekular di dunia, ditunjukkan dengan
rendahnya persentase mereka yang menjunjung kepercayaan beragama.
Komentator modern mengkritik sekularisme dengan mengacaukannya
sebagai sebuah ideologi anti-agama, ateis, atau bahkan satanis. Kata
Sekularisme itu sendiri biasanya dimengerti secara peyoratif oleh
kalangan konservatif. Walaupun tujuan utama dari negara sekular adalah
untuk mencapai kenetralan di dalam agama, beberapa membantah bahwa hal
ini juga menekan agama.
Beberapa filsafat politik seperti Marxisme,
biasanya mendukung bahwasanya pengaruh agama di dalam negara dan
masyarakat adalah hal yang negatif. Di dalam negara yang mempunyai
kepercayaan seperti itu (seperti negara Blok Komunis), institusi
keagamaan menjadi subjek dibawah negara sekular. Kebebasan untuk
beribadah dihalang-halangi dan dibatasi, dan ajaran gereja juga diawasi
agar selalu sejakan dengan hukum sekular atau bahkan filsafat umum yang
resmi. Dalam demokrasi barat, diakui bahwa kebijakan seperti ini
melanggar kebebasan beragama.
Beberapa sekularis menginginkan negara mendorong majunya agama
(seperti pembebasan dari pajak, atau menyediakan dana untuk pendidikan
dan pendermaan) tapi bersikeras agar negara tidak menetapkan sebuah
agama sebagai agama negara, mewajibkan ketaatan beragama atau melegislasikan akaid. Pada masalah pajak Liberalisme klasik
menyatakan bahwa negara tidak dapat "membebaskan" institusi beragama
dari pajak karena pada dasarnya negara tidak mempunyai kewenangan untuk
memajak atau mengatu agama. Hal ini mencerminkan pandangan bahwa
kewenangan duniawi dan kewenangan beragama bekerja pada ranahnya
sendiri- sendiri dan ketka mereka tumpang tindih seperti dalam isu
nilai moral, kedua- duanya tidak boleh mengambil kewenangan namun
hendaknya menawarkan sebuah kerangka yang dengannya masyarakat dapat
bekerja tanpa menundukkan agama di bawah negara atau sebaliknya
No comments:
Post a Comment