PERAN AGAMA
SANGAT KUAT DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA
(Sebuah Counter terhadap Pemikiran Sekuler)
Oleh Anding
Sukiman, Ketua PPP Kab. wonogiri
Berita yang sangat mengejutkan sekaligus
memprihatinkan, datang dari arena Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur DKI
(Daerah khusus Ibukota) jakarta. Sebenarnya peristiwanya sudah cukup lama,
yaitu pada tanggal 19 Mei 2012. Saat itu
salah satu Calon wakil Gubernur DKI bernama Basuki Tjahjo Purnomo alias Ahok
dari Partai Gerindra yang berpasangan dengan Joko Widodo dari PDIP, menegaskan
bahwa “ Kita tidak taat pada ayat Suci, kita taat pada ayat-ayat Konstitusi “.
Pernyataan, Ahok tersebut di lontarkan saat maraknya penolakan umat Islam
terhadap rencana pertunjukan lady Gaga yang direncanakan pada tanggal 3 Juni
2012 di Gelora Bung Karno. Kalangan umat Islam
baik PPP, FPI, FUI dan lain-lain semua menolak kedatangan lady Gaga di Indonesia,
karena penyanyi berkebangsaan Amerika Serikat tersebut disamping penampilannya
yang mengumbar aksi-aksi porno, juga syair-syair lagu Lady Gaga yang melecehkan
agama Nasrani dan mengajak kebebsan sex. Penampilan lady Gaga di banyak negara
juga ditentang karena penampilan dan syair-syairnya tersebut.
Perjuangan umat Islam untuk menolak pertunjukan Lady
Gaga mendapat sambutan dari Pemerintah, khususnya Kepolisian yang akhirnya
tidak memberikan sinyal tidak memberikan ijin. Sikap Kepolisian RI yang seolah
memberikan dukungan penolakan umat Islam tersebut, membuat emosi kalangan penganut
paham sekuler, khususnya kelompok metal. Akibat sinyal Kepolisian yang
seolah-olah dibawah tekanan kelompok Islam tersebut membuat Keputusasaan para
“litlel monster” (anak setan) tersebut.
Kelompok pendukung Lady Gaga berupaya membuat ulah
dengan menyebut bahwa Pemerintah yang menolak memberi ijin pertunjukan lady
Gaga adalah melanggar HAM. Sebaliknya kelompok yang menentang pertunjukan, para
pihak yang memaksa adanya pertunjukan juga melanggar HAM. Nah, Basuki T Purnama
yang tampaknya penganut paham sekuler tersebut terpancing emosinya sehingga dia
menyatakan “ Kita Tak Boleh taat Pada ayat Suci, Kita taat pada ayat-ayat
konstitusi” Sebenarnya jika pernyataan Ahok tersebut tidak diucapkan
berkali-kali di kesempatan lain, mungkin pernyataan yang sangat melecehkan
ayat-ayat suci tersebut sudah dilupakan masyarakat. Tetapi rupanya mantan
anggota DPR dari Golkar tersebut masih “jengkel” atas gagalnya pertunjukan Lagu
Gaga tersebut sehingga harus menyampaikan diberbagai tempat akhirnya mengundang
rekasi banyak kalangan.
“Ayat Suci No, Ayat Konstitusi
Yes”
Pro dan Kontra terhadap
pernyataan seorang pemimpin adalah sangat wajar, demikian pernyataan Basuki T
Purnama yang sudah menjadi anggota DPR dan akan melangkah menjadi Calon Wakil
Gubernur DKI , suatu daerah yang dikenal religius tentu juga menimbulkan pro
dan kontra. Pihak yang setuju dengan pernyataan tersebut tentu menyambut dan
membangkitkan kembali semangat paham sekularis yang sudah mendapat tempat leluasa
selama Orba. Dengan pernyataan Ahok tersebut semangat kelompok yang berpaham
bahwa agama dan negara tidak boleh disatukan bagaikan mendapat siraman air
dimusim kemarau. Salah satu pedukung paham sekuler ini adalah Gerakan mahasiswa
dan Pemuda Nusantara (Gema Nusantara) dan GMNI.
Tokoh GMNI Pujadi Aryo S yang merupakan tokoh GMNI
mengatakan “ pemikiran yang memisahkan
antara agama dan negara, itu sangat baik bagi kami, dalam bernegara> ayat
suci no. Sedangkan ayat – ayat konstitusi yes”. Tokoh GMNI tersebut juga
menuntut perlunya sikap tegas dari penyelenggara negara agar agama dengan
negara harus dipisahkan, karena agama adalah wilayah pribadi, maka pemerintah
tidak perlu memberikan bantuan hibah kepada masjid dan Gereja.
Pernyataan sekaligus tuntutan Pujadi Aryo dari GMNI
tersebut sebenarnya bukan hal baru, karena di era pemerintahan Suharto (Orba)
upaya memisahkan antara agama dengan negara didengungkan terus menerus di
tengah- tengah masyarakat. Bahkan upaya untuk memisahkan agama dengan negara di
Era Orba dituangkan dalam bentuk – bentuk spanduk yang dipasang di berbagai
tempat. Kalimat untuk memisahkan antara agama dengan negara di era Orba antara
lain dengan munculnya slogan “ Islam yes politik no” slogan tersebut pertama
kali dilontarkan tokoh Nur Cholis Majid. Disamping dengan slogan untuk
meminggirkan peran politik umat islam, ditengah-tengah masyarakat juga
dilontarkan isu “ politik itu kotor agama itu suci, maka agama dan politik
jangan di satukan, nanti malah nila setitik rusak susu sebelanga” pemahaman
keliru yang dilontarkan pemerintahan orba tersebut ternyata sangat efektifr
untuk memojokan peran politik umat Islam.
Di era Orba, upaya memaisahkan agama dengan negara
antara lain ditunjukan oleh Pemerintahan Suharto yang didukung Golkar. Saat itu,
Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang pendidikan nasional . Dalam RUU-
Pendidikan Nasional tersebut, pemerintah hanya mengakui pendidikan formal,
disamping hanya mengakui pendidikan formal, dalam RUU ternyata pendidikan agama
tidak dimasukan dalam kurikulum.
PPP sebagai satu-satunya partai Politik yang
berazaskan Islam tentu saja menolak RUU_ Pendidikan yang tidak mengakomodasi
keberadaan pondok pesantren dan juga tidak memasukan pendidikan agama dalam
kurikulum sekolah. Alhamdulillah perjuangan PPP mendapat ridlo Alloh SWT,
karena setelah berbagai upaya dilakukan akhirnya keberadaan pondok pesantren
masuk dalam sistem pendidikan nasional, sedangkan pelajaran agama masuk dfalam
kurikulum sekolah. Dalam Undang-undang Pendidikan nasional tersebut PPP juga
berhasil memasukan klausul tentang” dalam hal pelajaran agama, maka guru agama
harus sesuai agama murid”. Disinilah perjuangan PPP mendapatkan batu sandungan,
karena karena selain sangat melelahkan dalam memasukan klausul tersebut,
ternyata meski sudah berhasil dimasukan dan sampai sekarang masih berlaku, di
banyak sekolah masalah guru agama yang tidak sesuai agama murid tersebut masih
berjalan di Indonesia termasuk di Wonogiri. Masalah ketidakkonsistennya
pelaksanaan undang-undang pendidikan ini masih terus diperjuangkan agar seluruh
penyelenggaran pendidikan di Indonesia taat dalam melaksanakan undang-undang
tersebut.
Bantuan Masjid dan Gereja.
Pandangan paham sekuler yang
memisahkan antara agama dengan negara, dan selanjutnya mereka menuntut agar
pemerintah tidak perlu memberikan bantuan hibah kepada Masjid dan geraja adalah
wajar. Karena mereka menganggap bahwa agama adalah wilayah pribadi yang tidak
perlu campur tangan negara. PPP selalu mengingatkan bahwa Indonesia memang bukan negara agama tetapi
juga bukan negara sekuler. Karena Indonesia adalah negara Pancasila, yang
didirikan diatas pondasi agama. Rekan
saya yang juga pengurus NU Kabupaten Wonogiri H. Budiono tanggal 21 Juni 2012
jam 18.37 sms ke penulis isinya “Atas berkat rahmat Alloh yang maha Kuasa dan
dengan didorong keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka
rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.” Maka para pihak yang berupaya untuk
memosahkan antara agama dengan negara adalah pengingkaran terhadap berdirinya
negara ini.
Bunyi teks pembukaan UUD -1945 yang di smskan rekan
H.Budino tersebut di atasadalah penagasan bahwa bangsa Indonesia dalam setiap
derap dan langkah tidak bisa lepas dari pengaruh sang Maha Pencipta. Harus
diingat bahwa para pendiri Negara Indonesia sendiri yang mengakui keberadaan
Tuhan, keterlibatan Alloh Yang Maha Kuasa yang menjadikan bangsa ini bebas dari
cengkeraman penjajah kafir. Mengapa generasi
baru di Indonesia mau mengkiari dan melepaskan agama yang menjadi
tuntunan Tuhan kepada manusia dari Indonesia?
Pemikiran kaum sekuler yang selalu menegaskan dirinya
sebagai nasionalis sesungguhnya adalah orang-orang yang tidak paham terhafdap
sejarah perjalanan bangsa, yang dulu dijajah oleh orang – orang kafir.